Senin, 11 Maret 2013

PUBLIC SPEAKING BAGI PEMULA


Nah,,teman-teman postingan saya kali ini mengenai  cara berbicara didepan umum dsb. bagi teman-teman yang mengalami kesulitan berbicara didepan umum. mungkin postingan saya kali ini bisa membantu teman-teman semua....ok silahkan membaca..

Apa si Public Speaking itu ?
Sebagaimana naik sepeda,
Public Speaking atau berbicara di depan umum tidaklah membutuhkan bakat khusus. Latihan yang teratur dan tekunlah yang akan menjadikan kita cakap berbicara seperti itu. ini tidak ngibul. berabad-abad lamanya sejarah telah membuktikannya.
berbicara didepan  sejumlah orang/umum/publik merupakan kegiatan yang pada dasarnya dilakukan dalam rangka komunikasi.

Bagaimana cara menyampaikan komunikasi yang baik ?
Berbeda dengan kalau kita menyajikan minuman kepada tamu, pembicara tidak menyajikan idenya dengan cangkir, tetapi mempergunakankan kode, tanda, atau lambang. kode utama yang dipergunakan pembicara adalah bahasa. Bahasa yang disusun begitu rupa untuk menyampaikan ide ini biasa disebut wacana (W). Karena pembicara ingin menyampaikan idenya secara langsung ( tatap muka ) kepada publiknya, wujud wacananya adalah wacana lisan (WL).

"Lalu, publiknya itu ngapain ?"
Yang jelas, publiknya tidak tidur. Jika publiknya tidur, tidak akan terjadi komunikasi. Publik mendengarkan wacana lisan pembicara serta menyaksikan ekspresi wajah, gerak anggota tubuh, dan penampilan pembicara. Publik aktif menafsirkan ide yang ingin disampaikan pembicara dengan mempergunakan wacana lisan dan seluruh ekspresinya itu.

 Apakah sebetulnya tujuan utama orang berbicara di depan umum ?
sebagaimana tujuan komunikasi pada umumnya, tujuan orang berbicara  di depan umum adalah agar umum memiliki ide seperti yang dimiliki pembicara. Dengan kata lain, terciptanya kebersamaan dalam ide. Pembicara dan publik sama-sama memiliki ide yang sama. Kalau komunikasi semacam itu tercapai, hidup sungguh membahagiakan !

" Kalau begitu sih, mudah ! Saya pun bisa ! "
Memang, Anda pun bisa ! namun, berbicara di depan sejumlah orang, berdasarkan pengalaman, tidaklah semudah berduaan. Kita harus tekun berlatih dan mengetahui pengetahuan yang memadai tentangnya. Pengetahuan itu sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno dengan nama "retorika".

nah.. ini teman-teman persoalan yang banyak dijumpai  oleh pemula pada umumnya justru persoalan yang datang dari dirinya sendiri. Bagaimana itu ? Yuk..kita lihat..

Setidaknya ada tujuh persoalan yang banyak dijumpai oleh pemula yakni :

1. Tipe Kelinci

Persoalan diri sendiri yang pertama-tama harus didobrak adalah bersikap seperti kelinci, yaitu menolak kesempatan untuk tampil. Kelinci seperti itu, bukan ? Kelinci akan lari bersembunyi sebelum berhaddapan dengan musuhnya. Jika kita tak kunjung berani mendobrak sikap ini, rasa takut akan terus menghantui kita

Menghindari rasa takut dengan menghindari kesempatan untuk tampil dengan aneka macam dalih ini tidak mengatasi persoalan, tetapi justru memperberat persoalan. Mengapa ?

Mungkin saja kita menolak tawaran tampil dengan aneka alasan seperti, " Maaf, besok ujian !", "Saya ndak bisa, kok !" dan seribu satu dalih lainnya. Memang, jika dalih kita diterima dan kita tidak jadi ditugasi berbicara di depan umum, rasa takut kita hilang. Kita merasa aman, lega, ringan. Akan tetapi, awas ! Ketenangan itu hanya sesaat. Kita akan terus dihantui oleh ketakutan jangan-jangan lain kali disuruh lagi. Bila lain kali sungguh diberi kesempatan, ketakutan kita bertambah. Begitu seterusnya, rasa takut akan terus bertambah dan berlipat. Oleh sebab itu, DOBRAKLAH ! Hilangkan rasa takut/cemas/khwatir/gelisah! 

"JANGAN TOLAK KESEMPATAN, 
CARILAH KESEMPATAN, 
REBUTLAH KESEMPATAN DAN 
CIPTAKAN KESEMPATAN "

2. Belum Terbiasa

Rasa takut tampil pertama kali telah kita dobrak ! Kita tidak lagi seperti kelinci yang lari sebelum berhadapan dengan musuh. Kita telah tampil berbicara didepan umum. Mungkin berhasil, mungkin gagal. Lalu, apakah hanya dengan satu kali tampil persoalan kita teratasi ? Jelas belum teman !

Rasa takut yang sudah hancur kita dobrak itu perlu dibersihkan, dikikis sampai ke keping-keping yang terkecil. Bagaimana caranya ? Ulangilah tampil lagi dalam kesempatan-kesempatan lain.

Tampil lagi, tampil lagi, tampil lagi dan tampil yang kesekian kalinya akan membebaskan kita dari rasa takut. Selanjutnya, kita akan merasa tenang dan aman.

Mungkin timbul pertanyaan, apakah pembicara yang sudah biasa tampil, yang sudah berpengalaman, sama sekali bebas dari rasa takut atau cemas itu ? Jawabannya, Tidak ! Yang berpengalaman pun tidak sama sekali bebas dari perasaan itu. Mereka juga merasa ketakutan atau kecemasan itu tetapi porsinya sedikit, dan perasaan itu justru dimanfaatkan untuk mempertinggi kewaspadaan.

Ingat pepatah nenek moyang kita
" Allah Bisa Karena Biasa " 

3. Pemahanam yang Keliru

Ada banyak pembicara yang memiliki pemahaman yang keliru tentang berbicara di depan umum. Pemahaman atau anggapan ini bisa jadi menolong pembicara mengatasi kesulitan yang dihadapi. Namun, pada umumnya hanya bersifat sesaat. Anggapan macam apakah ini ?

Yang sangat umum kita dengar adalah nasihat untuk memperlakukan publik sebagai orang-orang bodoh dari si pembicara. Bahkan, ada yang menganjurkan agar menganggap publik sebagi  batu nisan  atau kawanan kerbau. Pembicara yang mempunyai pemahaman bahwa public speaking  adalah semacam itu, dapat saja menjadi semakin besar kepercayaan dirinya. Pembicara itu dapat berbicara dengan bebas, keras dan lancar. Akan tetapi, semua ini bersifat semu. Nyatanya, publik kita bukan nisan, bukan kerbau dan belum tentu lebih sempit pengetahuannya daripada kita. Komunikasi yang sehat antara pembicara dan publiknya tak akan terjadi. Yang terjadi hanyalah pembicara telah menyampaikan wacananya dengan lancar, tanpa henti, tetat sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Setelah pembicara selesai berbicara, publik bertepuk tangan. Habis. Apakah informasi yang disampaikan dapat diterima publik atau tidak, tidak lagi dipersoalkan.

Sebaiknya, ada yang dicekam ketakutan karena menganggap publik sebagai momok, musuh, atau sebagai hakim yang akan mengadili kita. Pembicara semacam ini biasanya sebelum tampil sudah kalah. Dia tampil tanpa kepercayaan diri, tanpa keyakinan.

Ada pula yang beranggapan  bahwa  seseorang yang tampil berbicara di depan umum harus pandai bermain sandiwara, berpura-pura. Pembicara semacam ini cendrung menirukan atau mencontoh pembicara lain yang dianggapnya baik. Dia tidak menjadi dirinya sendiri. Memang, pada langkah awal kita dapat mencontoh bagaimana orang lain tampil di depan mimbar. Kita menjadi duplikatnya. Akan tetapi, kita pada akhirnya harus berkembang menjadi diri kita sendiri. Tampil sebagai diriku, dan berkomunikasi dengan publik sebagai diriku. 

Selain itu, ada pula anggapan bahwa keberhasilan seorang pembicara diukur oleh banyak, keras dan lamanya publik bertepuk tangan. Semakin banyak tawa dan tepuk tangan dari publik, selama dan sesudah pembicara menyelesaikan bicaranya, dinilai pembicaranya semakin baik. Anggapan semacam ini akan membawa pembicara cendrung menarik perhatian dan memancing tawa publik terus-menerus. Alhasil, kita tidak lagi dapat membedakan antara pembicara yang cakap dan pelawak.

Anggapan- anggapan semacam itu tidaklah tepat. Lalu, yang tepat seperti apa ?

Kembali ke pengertian kita tentang berbicara di depan publik sebagai kegiatan berkomunikasi, yaitu kegiatan pembicara menyampaikan  idenya secara tatap muka kepadda publik. Pengertian itulah yang kita pegang. Publik adalah sesama kita. Bukan sesama kita yang tak tertentu batas-batasnya, melainkan sesama kita yang tertentu, di tempat tertentu, pada kesempatan tertentu, yang akan kita beri ide yang kita miliki. Sebagai sesama, publik membutuhkan kita sebagaimana kita membutuhkan publik. Yakinlah, kita akan merasa senang berbicara tatap muka dengan publik.

4. Kurang Persiapan

Secakap apapun seorang pembicara, jika kurang dalam persiapannya, janganlah diharapkan dia tampil secara optimal. Sebaliknya, seorang pemula yang menyiapkan diri secara sungguh-sungguh untuk tampil dapat kita harapkan akan berhasil.

Persiapan mutlak penting bagi seorang pembicara, lebih-lebih bagi pemula. Bagaimanakah cara kita mempersiapkan diri ? hal- hal ini akan dibicarakan dalam postingan saya yang berikutnya.

Buehler menunjukan manfaat-manfaat persiapan yaitu :
1. persiapan akan memberi kita inspirasi untu mempelajari dan menyelidiki bahan dengan perasaan senang.
2. persiapan akan memberi kita rasa tenang dan percaya diri.
3. persiapan akan mempermudah kita dalam menyajikan ide di depan publik
4. persiapan akan menjadikan kita happy
5. persiapan  akan mendorong kita keluar dari tempurung kepicikan kita sendiri.

Apakah  yang menyebabkan pembicara mengabaikan persiapan ? Pada umumnya adalah rasa malas.

5. Kondisi Tidak Sehat

Pembicara amatir tidak menjaga kesehatan dirinya. Lalu, apa yang terjadi ? sewaktu akan tampil, bisa jatuh sakit. Flu dengan tetek bengeknya seperti pilek, batuk, bersin, dan pusing akan menyerangnya. Bahkan, bisa terjadi dia urung tampil. jelas ini tidak propesional. Seorang pembicara harusnya memelihara kesehatan dirinya. Diri yang mana ? Ya, diri pembicara sendiri : badanya, jiwanya, dan pribadinya secara utuh.

Agar badan kita sehat, kita perlu makan, istirahat, tidur dan berolah raga secara teratur. Tampilan di atas mimbar dalam kondisi badan yang tidak fit sungguh tidak patut dipuji, apalagi bila kita berbicara di depan publik yang ratusan bahkan ribuan jumlahnya, dalam forum resmi, dan dalam tempo yang cukup lama.

Emosi pembicara yang tidak stabil juga tidak menguntungkan. Pembicaralah yang harus menjadi pengendali emosi dan situasi publik. Bagaimana mungkin pembicara yang tidak dapat mengendalikan emosinya sendiri mau mengendalikan emosi publik secara terarah ? Berhura-hura, boleh jadi. Tetapi, mengendalikan emosi publik untuk suatu tujuan yang lebih luhur dibutuhkan kemampuan si pembicara untuk mengendalikan emosinya sendiri.

Rasa sombong, rendah diri, benci akan kehidupan, pertumbuhan pribadi yang tidak wajar, dan kehidupan moral yang tidak terpuji dapat menjadi hambatan bagi seorang pembicara untuk dapat berkomunikasi secara sehat dengan  publiknya.

6. Motivasi Tidak Kuat

Berkali-kali tampil tetapi tanpa motivasi yang jelas dan kuat tak akan banyak hasilnya. Apalagi tampil seperti anak domba yand diseret ke kandang. Anak domba terkenal sebagai penurut. Jika diperintah, ya dilaksanakan. Bagaimana melaksanakannya ?  Yah, asal perintah terlaksana. Berhasil atau tidak, tidaklah penting. Yang penting perintah dilaksanakan.

Pembicara tipe anak domba ini, meskipun berkali-kali tampil, tak akan meningkat kecakapannya. Seorang pembicara perlu memiliki motivasi. Ada banyak motivasi yang dapat mendorong seseorang tampil sebagai pembicara, namun tidak semua motivasi itu kuat. Beberapa motivasi tersebut antara lain : menarik perhatian, mencari nama, memperebutkan kedudukan, mencari uang dan sebagainya; sedangkan motivasi yang sehat dan tahan uji antara lain : cinta sesama, cinta nusa dan bangsa, dan cinta kepada Tuhan.

Pembicara yang tampil dengan motivasi yang kuat pada umumnya akan berjalan dengan sungguh-sungguh dan tidak putus asa apabila gagal. Pembicara semacam itu tidak  akan lapuk oleh hujan dan tidak akan lekang oleh panas. Mereka akan terus dan terus tampil. Mereka akan terus dan terus meningkatkan diri. Mereka terus dan terus akan menanjak dan berhasil menjadi pembicara yang tangguh.

7. Menyia-nyiakan Bakat Khusus

Adakah diantara Anda yang dianugerahi oleh Tuhan kemampuan khusus, seperti menyanyi, menari, melukis, melucu, bercerita cerita kanak-kanak, mengenal banyak sekali cerita rakyat, menghafal kode-kode kota pada plat mobil, menghitung secara super cepat, bermain sulap, bela diri, memasak, memilihara anggrek, berternak ayam atau ikan, merias wajah, ahli dalam bidang tertentu dan sebagainya ? Punyakah Anda kemampuan itu ?

Jika Anda memilikinya, pernahkah Anda memanfaatkannya untuk mendukung bicara anda di atas mimbar ? Belum
Wah sayang nih ye ?
Ada banyak pembicara yang berhasil menarik perhatian publiknya justru dengan memanfaatkan secara bijak kemampuan khususnya. Tidak ada yang melarang seorang pembicara menyanyikan sebait lagu jika suaranya memang bagus. Tidak sedikit pembicara yang mengawali dan memberi ilustrasi bicaranya dengan cerita-cerita yang mengesankan. Mengapa anda tidak menyiapkan humor-humor yang anda miliki sewaktu anda berbicara di atas mimbar ? Anda ingin mengendorkan ketegangan publik dengan bermain sulap dengan mempergunakan sapu tangan selama satu atau dua menit ? mengapa tidak ?  Tidak ada yang melarang anda ! Atau, mungkin Anda ingin membandingkan cara mendidik anak dengan hobi Anda memilihara anggrek ? Begitu juga boleh ! siapa tahu Anda dapat menghubungkan harmoni dalam gambar arsiktektur yang sedang anda jelaskan kepada publik dengan jurus kungfu yang anda kuasai.

Sesungguhnya, kreativitas memanfaatkan kemampuan khusus Anda dalam bicara di depan publik dapat menjadikan bicara Anda menarik dan khas. Selain itu, juga akan menumbuhkan kepercayaan diri Anda karena Anda dapat merealisasikan kemampuan yang Anda miliki dalam kesempatan di atas mimbar itu.

Sumber : PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta ( G. Sukadi ) 

3 komentar:

  1. Mantap Malanius Bmaz...Gabung di blog q juga ya
    www.pakayangan.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. lagi belajar bro...kamu yang udh mantap benar.
      ok saya udah gabung,,,

      Hapus
  2. Keep writing. Let's change the world!

    BalasHapus