Senin, 11 Maret 2013

Siapa Suruh datang ke Kuching


  Jam sebelas lewat duapuluh lima menit waktu Kuching saat malam hari di meja makan rumah keluarga Tuan Antoni (52)-Anti (47) – bukan nama sebenarnya, masih berserakan sisa-sisa makanan tumpah, begitu juga piring, serbet, mangkuk, sendok makan, garpu dan pisau makan berantakan, pemandangan sungguh jauh dari rapi apalagi indah, yang ada hanya kesemrawutan, kacau.

Perlahan namun pasti dengan kesabaran penuh dan dengan sangat berhati-hati jari-jari kasar Hasam (47) TKI asal Pasukayu, Kecamatan Samalantan Kabupaten Bengkayang menuangkan cairan pembersih kaca meja makan yang mewah, menggosoknya agar tidak berbau dan kotor. Piring-piring ia sisihkan di pinggir wastafel yang pada gilirannya akan dibersihkan pula. Sesudah itu ia akan mengeluarkan isi kulkas untuk persiapan masak di pagi esok. Ya, untuk menu sarapan pagi bagi keluarga pengusaha sawit beranak empat tersebut. Usai itulah Hasam baru membuka mangkuk kecilnya yang berisi nasi dan sekerat ikan asin dilengkapi seujung sendok makan (secuil saja) sambal tomato rasa pedas. Inilah upah bagi ‘pengabdiannya’ sepanjang hari ini setiap hari kepada Tuan dan Nyonya selama di Negeri Sarawak. Tidak terasa, sudah dua ribu lima ratus limapuluh lima hari Hasam menghuni rumah berlantai dua itu. Siang malam tak henti bekerja. Tiada mengenal lelah. Pekerjaan rumah ia lakoni dengan penuh perhatian, kesungguhan, keiklasan

“Saya terpikir anak saya yang masih  SD di kampung. Untuk dialah saya mau bekerja disini” Katanya terisak lantas cepat-cepat melap airmatanya dengan kaus merah mudanya yang sudah lusuh disamping saya. Ia mencondongkan wajahnya mendekati saya, berbisik lirih tentang seribu satu macam nestapa bekerja di negeri perpenduduk kurang lebih 2.400 ribu jiwa ini. Pembicaraan kami lakukan memakai bahasa Dayak Kanayatn, karena Sang Ibu berasal dari Silung Kalimantan Barat, bahasa sehari-hari badamea atau berbahasa Kanayatn (lebih dikenal ba ahe).

Sungguh Hasam tidak menyangka kalau kerja kerasnya tidak berbuah hasil. Sepanjang dua ribu lima ratus limapuluh lima hari yang setara dengan tujuh tahun ternyata pekerjaannya tidak membuahkan hasil (baca-uang seringgitpun tak ia dapatkan). Tidak ada gaji sepeser apalagi seringgit yang ia terima. “Mengapa nasibku sial begini?” keluhnya seraya mengusap lagi matanya yang kemerahan menahan luapan air mata yang tiba-tiba deras mengalir. “Suamiku pasti marah kalau aku pulang tidak membawa uang” lanjutnya sambil kemudian berusaha menahan isak seraya menggigit bibirnya yang pucat.

Di Negeri Sarawak yang menyatakan kemerdekaannya pada 16 September 1963 ini, Hasam tidak sendirian. Ia juga membawa anak perempuannya Mira (18) yang kala itu belum genap 14 tahun usianya. Alasan membawa anak tentu saja karena di tahun-tahun pertama gaji mereka lancar, majikan baik, yang jelas jarang menyiksa. Di kampungnya, Hasam jengah mengajari anak-anak bertani. Makanya, satu lagi anak perempuannya juga menjadi TKI, sudah bertahun-tahun mereka tidak bertemu. Adapun dengan Mira, sekarang ada di penampungan yang sama dengan dirinya di shelter Kota Kuching menunggu keajaiban yang difasilitasi KJRI untuk Malaysia kepada agen dan majikan, menuntut gaji para TKI yang rata-rata diatas 7 tahun tidak dibayar.

Di Shelter yang diasuh oleh KJRI-Indonesia untuk Kuching, Ibu Kota Negeri Sarawak  ada belasan TKI baik perempuan maupun laki-laki yang berada dalam penampungan. Seribu satu macam kasus yang dialami para TKI. Mulai dari gaji tidak dibayar majikan, ditampar, ditinju, diperkosa, diterjang hingga diinjak-injak majikan. Kebanyakan mereka bekerja di sektor domestik, hampir dua ratus ribuan, juga di perkebunan sawit, sektor manufaktur yakni kilang minyak dan usaha konstruksi (bangunan).

 Harapan mereka adalah ingin segera pulang ke negeri asal, Indonesia dan gaji mereka terbayar, untuk melanjutkan sisa hidup mereka. Ingin pulang sebelum para TKI berbondong-bondong memenuhi Negara Bagian yang dipimpin TYT.Tun Datuk Patinggi Abg Hj.M.Salahuddin ini. Konon, sebentar lagi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Muhaimin Iskandar dengan Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia Datuk S.Subramaniam akan meneken pembaharuan Nota Kesepahaman Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, bulan Mei 2011 ini. Artinya, pemerintah RI-Malaysia akan segera mencabut moratorium pengiriman TKI. Artinya, TKI akan makin banyak lagi memenuhi Negeri Jiran ini. 


Sumber : Dari Hati ke Hati, Maria Goreti (anggota DPD RI asal Kalbar-Hasam (TKI asal Pasukayu Kec.samalantan Kab.Bengkayang, Minggu, 3 April 2011) di shelter penanpungan TKI, asuhan KJRI Kuching

Tidak ada komentar:

Posting Komentar