Jam sebelas
lewat duapuluh lima menit waktu Kuching saat malam hari di meja makan rumah
keluarga Tuan Antoni (52)-Anti (47) – bukan nama sebenarnya, masih berserakan
sisa-sisa makanan tumpah, begitu juga piring, serbet, mangkuk, sendok makan,
garpu dan pisau makan berantakan, pemandangan sungguh jauh dari rapi apalagi
indah, yang ada hanya kesemrawutan, kacau.
Perlahan namun
pasti dengan kesabaran penuh dan dengan sangat berhati-hati jari-jari kasar
Hasam (47) TKI asal Pasukayu, Kecamatan Samalantan Kabupaten Bengkayang
menuangkan cairan pembersih kaca meja makan yang mewah, menggosoknya agar tidak
berbau dan kotor. Piring-piring ia sisihkan di pinggir wastafel yang pada
gilirannya akan dibersihkan pula. Sesudah itu ia akan mengeluarkan isi kulkas
untuk persiapan masak di pagi esok. Ya, untuk menu sarapan pagi bagi keluarga
pengusaha sawit beranak empat tersebut. Usai itulah Hasam baru membuka mangkuk
kecilnya yang berisi nasi dan sekerat ikan asin dilengkapi seujung sendok makan
(secuil saja) sambal tomato rasa pedas. Inilah upah bagi ‘pengabdiannya’
sepanjang hari ini setiap hari kepada Tuan dan Nyonya selama di Negeri Sarawak.
Tidak terasa, sudah dua ribu lima ratus limapuluh lima hari Hasam menghuni
rumah berlantai dua itu. Siang malam tak henti bekerja. Tiada mengenal lelah.
Pekerjaan rumah ia lakoni dengan penuh perhatian, kesungguhan, keiklasan
“Saya terpikir
anak saya yang masih SD di kampung.
Untuk dialah saya mau bekerja disini” Katanya terisak lantas cepat-cepat melap
airmatanya dengan kaus merah mudanya yang sudah lusuh disamping saya. Ia
mencondongkan wajahnya mendekati saya, berbisik lirih tentang seribu satu macam
nestapa bekerja di negeri perpenduduk kurang lebih 2.400 ribu jiwa ini.
Pembicaraan kami lakukan memakai bahasa Dayak Kanayatn, karena Sang Ibu berasal
dari Silung Kalimantan Barat, bahasa sehari-hari badamea atau berbahasa Kanayatn
(lebih dikenal ba ahe).
Sungguh Hasam
tidak menyangka kalau kerja kerasnya tidak berbuah hasil. Sepanjang dua ribu
lima ratus limapuluh lima hari yang setara dengan tujuh tahun ternyata
pekerjaannya tidak membuahkan hasil (baca-uang seringgitpun tak ia dapatkan).
Tidak ada gaji sepeser apalagi seringgit yang ia terima. “Mengapa nasibku sial
begini?” keluhnya seraya mengusap lagi matanya yang kemerahan menahan luapan
air mata yang tiba-tiba deras mengalir. “Suamiku pasti marah kalau aku pulang
tidak membawa uang” lanjutnya sambil kemudian berusaha menahan isak seraya
menggigit bibirnya yang pucat.
Di Negeri
Sarawak yang menyatakan kemerdekaannya pada 16 September 1963 ini, Hasam tidak
sendirian. Ia juga membawa anak perempuannya Mira (18) yang kala itu belum
genap 14 tahun usianya. Alasan membawa anak tentu saja karena di tahun-tahun
pertama gaji mereka lancar, majikan baik, yang jelas jarang menyiksa. Di kampungnya,
Hasam jengah mengajari anak-anak bertani. Makanya, satu lagi anak perempuannya
juga menjadi TKI, sudah bertahun-tahun mereka tidak bertemu. Adapun dengan
Mira, sekarang ada di penampungan yang sama dengan dirinya di shelter Kota Kuching menunggu keajaiban
yang difasilitasi KJRI untuk Malaysia kepada agen dan majikan, menuntut gaji
para TKI yang rata-rata diatas 7 tahun tidak dibayar.
Di Shelter yang diasuh oleh KJRI-Indonesia
untuk Kuching, Ibu Kota Negeri Sarawak
ada belasan TKI baik perempuan maupun laki-laki yang berada dalam
penampungan. Seribu satu macam kasus yang dialami para TKI. Mulai dari gaji
tidak dibayar majikan, ditampar, ditinju, diperkosa, diterjang hingga
diinjak-injak majikan. Kebanyakan mereka bekerja di sektor domestik, hampir dua
ratus ribuan, juga di perkebunan sawit, sektor manufaktur yakni kilang minyak
dan usaha konstruksi (bangunan).
Harapan mereka adalah ingin segera pulang ke
negeri asal, Indonesia dan gaji mereka terbayar, untuk melanjutkan sisa hidup
mereka. Ingin pulang sebelum para TKI berbondong-bondong memenuhi Negara Bagian
yang dipimpin TYT.Tun Datuk Patinggi Abg Hj.M.Salahuddin ini. Konon, sebentar
lagi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Muhaimin
Iskandar dengan Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia Datuk S.Subramaniam akan
meneken pembaharuan Nota Kesepahaman Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia, bulan Mei 2011 ini. Artinya, pemerintah RI-Malaysia akan segera
mencabut moratorium pengiriman TKI. Artinya, TKI akan makin banyak lagi
memenuhi Negeri Jiran ini.
Sumber : Dari Hati ke Hati, Maria Goreti (anggota DPD RI asal
Kalbar-Hasam (TKI asal Pasukayu Kec.samalantan Kab.Bengkayang, Minggu, 3 April
2011) di shelter penanpungan TKI, asuhan KJRI Kuching
Tidak ada komentar:
Posting Komentar