Nah,,teman-teman postingan saya kali ini mengenai cara
berbicara didepan umum dsb. bagi teman-teman yang mengalami kesulitan berbicara
didepan umum. mungkin postingan saya kali ini bisa membantu teman-teman
semua....ok silahkan membaca..
Apa si Public Speaking itu ?
Sebagaimana naik sepeda,
Public Speaking atau berbicara di depan umum tidaklah
membutuhkan bakat khusus. Latihan yang teratur dan tekunlah yang akan
menjadikan kita cakap berbicara seperti itu. ini tidak ngibul. berabad-abad
lamanya sejarah telah membuktikannya.
berbicara didepan sejumlah orang/umum/publik merupakan kegiatan yang pada
dasarnya dilakukan dalam rangka komunikasi.
Bagaimana cara menyampaikan komunikasi yang baik ?
Berbeda dengan kalau kita menyajikan minuman kepada tamu, pembicara
tidak menyajikan idenya dengan cangkir, tetapi mempergunakankan kode, tanda,
atau lambang. kode utama yang dipergunakan pembicara adalah bahasa. Bahasa yang
disusun begitu rupa untuk menyampaikan ide ini biasa disebut wacana (W). Karena pembicara ingin
menyampaikan idenya secara langsung ( tatap muka ) kepada publiknya, wujud
wacananya adalah wacana lisan (WL).
"Lalu, publiknya itu ngapain ?"
Yang jelas, publiknya tidak tidur. Jika publiknya tidur, tidak
akan terjadi komunikasi. Publik mendengarkan wacana lisan pembicara serta
menyaksikan ekspresi wajah, gerak anggota tubuh, dan penampilan pembicara.
Publik aktif menafsirkan ide yang ingin disampaikan pembicara dengan
mempergunakan wacana lisan dan seluruh ekspresinya itu.
Apakah sebetulnya tujuan utama orang berbicara di depan umum
?
sebagaimana tujuan komunikasi pada umumnya, tujuan orang berbicara
di depan umum adalah agar umum memiliki ide seperti yang dimiliki
pembicara. Dengan kata lain, terciptanya kebersamaan dalam ide. Pembicara dan
publik sama-sama memiliki ide yang sama. Kalau komunikasi semacam itu tercapai,
hidup sungguh membahagiakan !
" Kalau begitu sih, mudah ! Saya pun bisa ! "
Memang, Anda pun bisa ! namun, berbicara di depan sejumlah orang,
berdasarkan pengalaman, tidaklah semudah berduaan. Kita harus tekun berlatih
dan mengetahui pengetahuan yang memadai tentangnya. Pengetahuan itu sudah
dikenal sejak zaman Yunani Kuno dengan nama "retorika".
nah.. ini teman-teman persoalan yang banyak dijumpai oleh
pemula pada umumnya justru persoalan yang datang dari dirinya sendiri.
Bagaimana itu ? Yuk..kita lihat..
Setidaknya ada tujuh persoalan yang banyak dijumpai oleh pemula
yakni :
1. Tipe Kelinci
Persoalan diri sendiri yang pertama-tama harus didobrak adalah
bersikap seperti kelinci, yaitu menolak kesempatan untuk tampil. Kelinci
seperti itu, bukan ? Kelinci akan lari bersembunyi sebelum berhaddapan dengan
musuhnya. Jika kita tak kunjung berani mendobrak sikap ini, rasa takut akan
terus menghantui kita
Menghindari rasa takut dengan menghindari kesempatan untuk tampil
dengan aneka macam dalih ini tidak mengatasi persoalan, tetapi justru
memperberat persoalan. Mengapa ?
Mungkin saja kita menolak tawaran tampil dengan aneka alasan
seperti, " Maaf, besok ujian !", "Saya ndak bisa, kok !" dan
seribu satu dalih lainnya. Memang, jika dalih kita diterima dan kita tidak jadi
ditugasi berbicara di depan umum, rasa takut kita hilang. Kita merasa aman,
lega, ringan. Akan tetapi, awas ! Ketenangan itu hanya sesaat.
Kita akan terus dihantui oleh ketakutan jangan-jangan lain kali disuruh lagi.
Bila lain kali sungguh diberi kesempatan, ketakutan kita bertambah. Begitu
seterusnya, rasa takut akan terus bertambah dan berlipat. Oleh sebab itu, DOBRAKLAH ! Hilangkan rasa
takut/cemas/khwatir/gelisah!
"JANGAN TOLAK KESEMPATAN,
CARILAH KESEMPATAN,
REBUTLAH KESEMPATAN DAN
CIPTAKAN KESEMPATAN "
2. Belum Terbiasa
Rasa takut tampil pertama kali telah kita dobrak ! Kita tidak lagi
seperti kelinci yang lari sebelum berhadapan dengan musuh. Kita telah tampil berbicara
didepan umum. Mungkin berhasil, mungkin gagal. Lalu, apakah hanya dengan satu
kali tampil persoalan kita teratasi ? Jelas belum teman !
Rasa takut yang sudah hancur kita dobrak itu perlu dibersihkan,
dikikis sampai ke keping-keping yang terkecil. Bagaimana caranya ? Ulangilah
tampil lagi dalam kesempatan-kesempatan lain.
Tampil lagi, tampil lagi, tampil lagi dan tampil yang kesekian
kalinya akan membebaskan kita dari rasa takut. Selanjutnya, kita akan merasa
tenang dan aman.
Mungkin timbul pertanyaan, apakah pembicara yang sudah biasa
tampil, yang sudah berpengalaman, sama sekali bebas dari rasa takut atau cemas
itu ? Jawabannya, Tidak ! Yang berpengalaman pun tidak sama sekali bebas dari
perasaan itu. Mereka juga merasa ketakutan atau kecemasan itu tetapi porsinya
sedikit, dan perasaan itu justru dimanfaatkan untuk mempertinggi kewaspadaan.
Ingat pepatah nenek moyang kita
" Allah Bisa Karena Biasa "
3. Pemahanam yang Keliru
Ada banyak pembicara yang memiliki pemahaman yang keliru tentang berbicara
di depan umum. Pemahaman atau anggapan ini bisa jadi menolong pembicara
mengatasi kesulitan yang dihadapi. Namun, pada umumnya hanya bersifat sesaat.
Anggapan macam apakah ini ?
Yang sangat umum kita dengar adalah nasihat untuk memperlakukan
publik sebagai orang-orang bodoh dari si pembicara. Bahkan, ada yang
menganjurkan agar menganggap publik sebagi batu nisan atau kawanan kerbau. Pembicara yang mempunyai pemahaman
bahwa public speaking adalah semacam itu, dapat
saja menjadi semakin besar kepercayaan dirinya. Pembicara itu dapat berbicara
dengan bebas, keras dan lancar. Akan tetapi, semua ini bersifat semu. Nyatanya,
publik kita bukan nisan, bukan kerbau dan belum tentu lebih sempit
pengetahuannya daripada kita. Komunikasi yang sehat antara pembicara dan
publiknya tak akan terjadi. Yang terjadi hanyalah pembicara telah menyampaikan
wacananya dengan lancar, tanpa henti, tetat sesuai dengan waktu yang
ditetapkan. Setelah pembicara selesai berbicara, publik bertepuk tangan. Habis.
Apakah informasi yang disampaikan dapat diterima publik atau tidak, tidak lagi
dipersoalkan.
Sebaiknya, ada yang dicekam ketakutan karena menganggap publik
sebagai momok, musuh, atau sebagai hakim yang akan mengadili kita. Pembicara
semacam ini biasanya sebelum tampil sudah kalah. Dia tampil tanpa kepercayaan
diri, tanpa keyakinan.
Ada pula yang beranggapan bahwa seseorang yang tampil
berbicara di depan umum harus pandai bermain sandiwara, berpura-pura. Pembicara
semacam ini cendrung menirukan atau mencontoh pembicara lain yang dianggapnya
baik. Dia tidak menjadi dirinya sendiri. Memang, pada langkah awal kita dapat
mencontoh bagaimana orang lain tampil di depan mimbar. Kita menjadi
duplikatnya. Akan tetapi, kita pada akhirnya harus berkembang menjadi diri kita
sendiri. Tampil sebagai diriku, dan berkomunikasi dengan publik sebagai
diriku.
Selain itu, ada pula anggapan bahwa keberhasilan seorang pembicara
diukur oleh banyak, keras dan lamanya publik bertepuk tangan. Semakin banyak
tawa dan tepuk tangan dari publik, selama dan sesudah pembicara menyelesaikan
bicaranya, dinilai pembicaranya semakin baik. Anggapan semacam ini akan membawa
pembicara cendrung menarik perhatian dan memancing tawa publik terus-menerus.
Alhasil, kita tidak lagi dapat membedakan antara pembicara yang cakap dan
pelawak.
Anggapan- anggapan semacam itu tidaklah tepat. Lalu, yang tepat
seperti apa ?
Kembali ke pengertian kita tentang berbicara di depan publik
sebagai kegiatan berkomunikasi, yaitu kegiatan pembicara menyampaikan
idenya secara tatap muka kepadda publik. Pengertian itulah yang kita
pegang. Publik adalah sesama kita. Bukan sesama kita yang tak tertentu
batas-batasnya, melainkan sesama kita yang tertentu, di tempat tertentu, pada
kesempatan tertentu, yang akan kita beri ide yang kita miliki. Sebagai sesama,
publik membutuhkan kita sebagaimana kita membutuhkan publik. Yakinlah, kita
akan merasa senang berbicara tatap muka dengan publik.
4. Kurang Persiapan
Secakap apapun seorang pembicara, jika kurang dalam persiapannya,
janganlah diharapkan dia tampil secara optimal. Sebaliknya, seorang pemula yang
menyiapkan diri secara sungguh-sungguh untuk tampil dapat kita harapkan akan
berhasil.
Persiapan mutlak penting bagi seorang pembicara, lebih-lebih bagi
pemula. Bagaimanakah cara kita mempersiapkan diri ? hal- hal ini akan
dibicarakan dalam postingan saya yang berikutnya.
Buehler menunjukan manfaat-manfaat persiapan yaitu :
1. persiapan akan memberi kita inspirasi untu mempelajari dan
menyelidiki bahan dengan perasaan senang.
2. persiapan akan memberi kita rasa tenang dan percaya diri.
3. persiapan akan mempermudah kita dalam menyajikan ide di depan
publik
4. persiapan akan menjadikan kita happy
5. persiapan akan mendorong kita keluar dari tempurung
kepicikan kita sendiri.
Apakah yang menyebabkan pembicara mengabaikan persiapan ?
Pada umumnya adalah rasa malas.
5. Kondisi Tidak Sehat
Pembicara amatir tidak menjaga kesehatan dirinya. Lalu, apa yang
terjadi ? sewaktu akan tampil, bisa jatuh sakit. Flu dengan tetek bengeknya
seperti pilek, batuk, bersin, dan pusing akan menyerangnya. Bahkan, bisa
terjadi dia urung tampil. jelas ini tidak propesional. Seorang pembicara
harusnya memelihara kesehatan dirinya. Diri yang mana ? Ya, diri pembicara
sendiri : badanya, jiwanya, dan pribadinya secara utuh.
Agar badan kita sehat, kita perlu makan, istirahat, tidur dan
berolah raga secara teratur. Tampilan di atas mimbar dalam kondisi badan yang
tidak fit sungguh tidak patut dipuji, apalagi bila kita berbicara di depan
publik yang ratusan bahkan ribuan jumlahnya, dalam forum resmi, dan dalam tempo
yang cukup lama.
Emosi pembicara yang tidak stabil juga tidak menguntungkan. Pembicaralah
yang harus menjadi pengendali emosi dan situasi publik. Bagaimana mungkin
pembicara yang tidak dapat mengendalikan emosinya sendiri mau mengendalikan
emosi publik secara terarah ? Berhura-hura, boleh jadi. Tetapi, mengendalikan
emosi publik untuk suatu tujuan yang lebih luhur dibutuhkan kemampuan si
pembicara untuk mengendalikan emosinya sendiri.
Rasa sombong, rendah diri, benci akan kehidupan, pertumbuhan
pribadi yang tidak wajar, dan kehidupan moral yang tidak terpuji dapat menjadi
hambatan bagi seorang pembicara untuk dapat berkomunikasi secara sehat
dengan publiknya.
6. Motivasi Tidak Kuat
Berkali-kali tampil tetapi tanpa motivasi yang jelas dan kuat tak
akan banyak hasilnya. Apalagi tampil seperti anak domba yand diseret ke
kandang. Anak domba terkenal sebagai penurut. Jika diperintah, ya dilaksanakan.
Bagaimana melaksanakannya ? Yah, asal
perintah terlaksana. Berhasil atau tidak, tidaklah penting. Yang penting
perintah dilaksanakan.
Pembicara tipe anak domba ini, meskipun berkali-kali tampil, tak
akan meningkat kecakapannya. Seorang pembicara perlu memiliki motivasi. Ada banyak
motivasi yang dapat mendorong seseorang tampil sebagai pembicara, namun tidak
semua motivasi itu kuat. Beberapa motivasi tersebut antara lain : menarik
perhatian, mencari nama, memperebutkan kedudukan, mencari uang dan sebagainya;
sedangkan motivasi yang sehat dan tahan uji antara lain : cinta sesama, cinta
nusa dan bangsa, dan cinta kepada Tuhan.
Pembicara yang tampil dengan motivasi yang kuat pada umumnya akan
berjalan dengan sungguh-sungguh dan tidak putus asa apabila gagal. Pembicara semacam
itu tidak akan lapuk oleh hujan dan
tidak akan lekang oleh panas. Mereka akan terus dan terus tampil. Mereka akan
terus dan terus meningkatkan diri. Mereka terus dan terus akan menanjak dan
berhasil menjadi pembicara yang tangguh.
7. Menyia-nyiakan Bakat Khusus
Adakah diantara Anda yang dianugerahi oleh Tuhan kemampuan
khusus, seperti menyanyi, menari, melukis, melucu, bercerita cerita
kanak-kanak, mengenal banyak sekali cerita rakyat, menghafal kode-kode kota
pada plat mobil, menghitung secara super cepat, bermain sulap, bela diri,
memasak, memilihara anggrek, berternak ayam atau ikan, merias wajah, ahli dalam
bidang tertentu dan sebagainya ? Punyakah Anda kemampuan itu ?
Jika Anda memilikinya, pernahkah Anda memanfaatkannya untuk
mendukung bicara anda di atas mimbar ? Belum
Wah sayang nih ye ?
Ada banyak pembicara yang berhasil menarik perhatian
publiknya justru dengan memanfaatkan secara bijak kemampuan khususnya. Tidak ada
yang melarang seorang pembicara menyanyikan sebait lagu jika suaranya memang
bagus. Tidak sedikit pembicara yang mengawali dan memberi ilustrasi bicaranya
dengan cerita-cerita yang mengesankan. Mengapa anda tidak menyiapkan
humor-humor yang anda miliki sewaktu anda berbicara di atas mimbar ? Anda ingin
mengendorkan ketegangan publik dengan bermain sulap dengan mempergunakan sapu
tangan selama satu atau dua menit ? mengapa tidak ? Tidak ada yang melarang anda ! Atau, mungkin
Anda ingin membandingkan cara mendidik anak dengan hobi Anda memilihara anggrek
? Begitu juga boleh ! siapa tahu Anda dapat menghubungkan harmoni dalam gambar
arsiktektur yang sedang anda jelaskan kepada publik dengan jurus kungfu yang
anda kuasai.
Sesungguhnya, kreativitas memanfaatkan kemampuan khusus Anda
dalam bicara di depan publik dapat menjadikan bicara Anda menarik dan khas. Selain
itu, juga akan menumbuhkan kepercayaan diri Anda karena Anda dapat
merealisasikan kemampuan yang Anda miliki dalam kesempatan di atas mimbar itu.
Sumber : PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta ( G.
Sukadi )
Mantap Malanius Bmaz...Gabung di blog q juga ya
BalasHapuswww.pakayangan.blogspot.com
lagi belajar bro...kamu yang udh mantap benar.
Hapusok saya udah gabung,,,
Keep writing. Let's change the world!
BalasHapus